Menengok Kurikulum Pondok Pesantren Di Propinsi Banten
Telaah Jurnal Analytica Islamica Vol. 6 No. 1 Juni-Juli 2017.
Kholis Thohir: Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Washliyah Kota Binjai
Kurikulum dan Sistem Pembelajaran Pondok Propinsi Banten
AgungTazka-Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”, sedangkan pondok berarti “rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu”. Di samping itu, “pondok” mungkin juga berasal dari bahasa Arab “fanduk” yang berarti “hotel atau asrama”. Ada beberapa istilah yang ditemukan dan sering digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas Indonesia atau yang lebih terkenal dengan sebutan pesantren. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya dipergunakan istilah pesantren atau pondok, di Aceh dikenal dengan istilah dayah, sedangkan di Minangkabau disebut surau.
Pesanten salafi adalah bentuk asli dari pesantren. Sejak pertama kali didirikan, format pendidikan pesantren ini adalah bersistem salaf. Yang dimaksud pesantren salaf adalah pesantren yang kurikulumnya murni mengajarkan bidang studi ilmu agama saja baik melalui sistem madrasah diniyah maupun pengajian sorogan dan bandongan. Di pesantren salaf tidak ada pendidikan formalnya.
Penggunaan kata salafi untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salafi cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Pesantren salafi pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah.
Kalaulah menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan sistem berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum, model sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Jadi menurut hemat penulis pesantren salafi yakni pesantren yang melakukan pengajaran terhadap santri-santrinya untuk belajar agama Islam melalui kitab-kitab klasik, menggunakan metode metode tradisional dan tanpa mengikutsertakan pendidikan umum di dalamnya. Berbicara kurikulum, pesantren tidak akan pernah terlepas dari dinamika ilmu pengetahuan maupun sosial budaya masyarakat selama pesantren masih hidup dan berkembang. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan.
Kabupaten Tangerang yang tepatnya di wilayah kecamatan Kresek, yang saat ini sudah masuk ke dalam Propinsi Banten, masih banyak ditemukan lembaga-lembaga pendidikan pesantren Salafi,
jumlah Pesantren Salafi di Provinsi Banten tercatat 3.364 tersebar di delapan kabupaten dan kota madya yang dikelola oleh masyarakat. Dari 3.364 Pesantren Salafi itu antara lain Kabupaten Serang, 661, Kabupaten Tangerang 580, Pandeglang 1.147, dan Kabupaten Lebak 735.5
Sementara di kecamatan Kresek terdapat enam pondok pesantren salafi yang masih eksis menerapkan sistem kesalafiannya diantaranya pondok pesantren Riyadhul Jannah, Manba’ul Hikmah, Manba’ul Ulum, al-Hikmah, al-Falah, dan al-Khairiyah. Dilihat dari letak geografisnya pondok pesantren tersebut tidak jauh dari ibu kota, yang dapat ditempuh dalam 1 (satu) jam perjalanan menuju kota Jakarta, sebagai pusat Ibu kota. Seyogyanya melihat letak yang tidak begitu jauh dari Ibu Kota, Perkembangan IPTEK dan arus informasi di era globalisasi menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan agar tidak termakan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan secara makro, meso, maupun mikro, tidak terkecuali dalam sistem pendidikan khususnya pondok pesantren.
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, maka pendidikan pesantren baik tempat, bentuk hingga substansinya telah jauh mengalami perubahan. Pesantren tidak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman. Ada beberapa pembagian pondok pesantren dan tipologinya yaitu:
a). Pesantren Salafi.
Pondok pesantren salafi yakni pondok pesantren yang melakukan pengajaran terhadap santri-santrinya untuk belajar agama Islam secara khusus tanpa mengikutsertakan pendidikan umum
di dalamnya. Kegiatan yang dilakukan biasanya mempelajari ilmu-ilmu agama dengan menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab-kitab saat berlangsungnya proses belajar mengajar.
b. Pesantren Khalafi.
Yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasah), memberikan ilmu umum dan ilmu agama, serta juga memberikan pendidikan keterampilan. Sedangkan mengenai arti pesantren khalafiyah (modern) adalah pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya.
c. Pesantren Terintegrasi.
Yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vokasional atau kejuruan, sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja, dengan program yang terintegrasi. Sedangkan santrinya mayoritas berasal dari kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja.
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin “curriculum”. Semula berarti “a running course, or race course, especially a chariot race course.” Dari pengertian ini, kurikulum adalah suatu “arena pertandingan ”tempat belajar “bertanding” untuk menguasai suatu pelajaran guna mencapai “garis finis” berupa diploma, ijazah atau gelar kesarjanaan. Kurikulum merupakan sekumpulan cuan dan perencanaan yang tersusun rapih dalam menjalankan program pembelajaran berdasarkan kebutuhan guna mencapai tujuan. Pengembangan kurikulum pesantren pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari visi pembangunan nasional yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional. Secara konseptual, sebenarnya lembaga pondok pesantren optimis akan mampu memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Namun perlu diingat bahwa kurikulum hanya merupakan salah satu sub sistem lembaga pondok pesantren, proses pengembangannya tidak boleh bertentangan dengan kerangka penyelenggaraan pondok pesantren yang telah dikenal khas, baik dalam isi dan pendekatan yang
digunakan.
Desain kurikulum pesantren yang digunakan untuk melayani santri secara garis besarnya dapat dikembangkan melalui; (1) melakukan kajian kebutuhan (need assessment) untuk memperoleh faktorfaktor penentu kurikulum serta latar belakangnya (2) menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan kebutuhan dan lingkup urutannya. (3) merumuskan tujuan yang diharapkan, (4) menentukan standar hasil belajar yang diharapkan sehingga keluarannya dapat terukur, (5) menentukan kitab yang dijadikan pedoman materi ajar dan ditentukan sesuai urutan tingkat kelompoknya, (6) menentukan syarat yang harus dikuasai santri untuk mengikuti pelajaran pada tingkat kelompoknya, (7) menentukan strategi pembelajaran yang serasi serta menyediakan berbagai sumber dalam proses pembelajaran, (8) menentukan alat evaluasi penilaian hasil belajar, dan (9) membuat rancangan rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan stategi pengembangan berkelanjutan.
Sistem Pembelajaran
Pelaksanaan kurikulum pesantren dalam pembelajaran dilakukan dengan metode bandongan, sorogan,dan hafalan. Metode bandongan merupakan metode pembelajaran dengan berpusat pada guru (guru yang aktif dan santri pasif) dimana para santri dengan duduk di sekeliling guru (kiai) yang membaca kitab dan santri menyimak masing-masing kitab dan mencatat jika dipandang perlu. Metode sorogan adalah metode pembelajaran di mana santri menghadap guru secara satu persatu dengan membawa kitab yang dipelajari. Adapun metode pembelajaran dengan hafalan berlangsung dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya.
Berdasaran telaah hasil jurnal di atas bahwa saat ini banyak pondok pesantren baru yang bermunculan. Pendatang baru tersebut tentunya harus siap bersaing secara ketat dengan pondok pesantren lama yang sudah memiliki nama dan brand masing-masing.
Maka dari itu sudah menjadi hal yang lumrah pondok pesantren pendatang baru harus memiliki branding tersendiri agar memiliki ciri khasnya. Karena secara otomatis pendatang baru harus siap bermitra atau berkompetensi dengan pesantren kawakan.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan agar dapat berkompetisi dengan pondok pesantren kawakan di propinsi Banten adalah memiliki Braind Desain yang kuat, diantaranya adalah :
1. Nama, merek, simbol, desain, produk, yang unik dan kuat : hal ini perlu dilakukan karena pendatang baru harus menampilkan ciri khasnya dan memiliki nilai jual yang tinggi agar dapat mengontrol pasar, nilai jual dan membangun kepercayaan masyarakat. Diantaranya adalah nama pondok pesantren, moto pondok pesantren, tagline pondok pesantren, akronim dan lain-lain.
2. Manajamen yang profesional : bagaimana melakukan penguatan pada pelayanan dan pengembangan pendidikan baik guru maupun santri
3. Positioning Branding: branding positioning adalah tindakan ponpes untuk merancang produk dan bauran pemasaran agar dapat tercipta kesan tertentu diingatan konsumen. Sehingga, konsumen memahami dan menghargai apa yang dilakukan ponpes dalam kaitannya dengan para pesaingnya. Diantaranya adalah desain kurikulum, program unggulan, ketokohan pesantren, harga terbaik, desain produk dan seragam.
4. Strategi Marketing yang jitu, marketing di lembaga manapun termasuk pondok pesantren selalu menjadi kunci utama dalam mengangkat brand dan positioning lembaga. Sebuah lembaga sebesar dan sebaik apapun jika marketing tidak hidup atau tidak kreatif maka tidak akan sanggup menjual lembaga dan produknya. Maka dari itu diperlukan team marketing yang solid, kreatif dan responsifitas pada setipa keadaan dan perkembangan yang ada.
Semoga artikel ini bermanfaat dalam rangka memulai-membangun-menjaga dan mengembangkan pondok pesantren.